
Kewajiban SLF Menurut UU Dan Peraturan Daerah
Kewajiban SLF Menurut UU dan Peraturan Daerah: Apa Konsekuensinya?
Pendahuluan
Bangunan gedung yang telah selesai dibangun tidak serta-merta langsung dapat digunakan. Pemerintah mewajibkan setiap bangunan memiliki Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sebagai bukti bahwa bangunan tersebut telah memenuhi persyaratan teknis, fungsional, dan keselamatan untuk digunakan. Kewajiban SLF Menurut UU ini telah diatur dalam berbagai regulasi, baik di tingkat nasional maupun daerah. Namun, masih banyak pemilik bangunan yang belum memahami urgensi SLF, bahkan mengabaikannya. Artikel ini mengulas dasar hukum SLF, kewajiban pemilik gedung, serta konsekuensi hukum dan administratif bila tidak dipenuhi.
Apa Itu SLF?
SLF (Sertifikat Laik Fungsi) adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah sebagai bukti bahwa suatu bangunan gedung telah selesai dibangun dan laik untuk digunakan sesuai fungsi peruntukannya. SLF menunjukkan bahwa bangunan tersebut telah memenuhi standar keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
Dasar Hukum SLF di Indonesia
Beberapa regulasi utama yang mengatur tentang SLF antara lain:
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
- Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Cipta Kerja bidang Bangunan Gedung
- Permen PUPR Nomor 5 Tahun 2022 tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung
- Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah masing-masing wilayah, yang mengatur teknis permohonan dan penerbitan SLF
Menurut peraturan tersebut, setiap pemilik atau pengelola bangunan wajib mengajukan permohonan SLF sebelum bangunan digunakan, baik itu gedung baru, bangunan hasil renovasi besar, maupun bangunan yang akan difungsikan kembali setelah tidak digunakan dalam waktu lama.
SLF: Kewajiban, Bukan Pilihan
SLF bukan hanya sekadar dokumen administratif, melainkan bentuk pertanggungjawaban pemilik gedung terhadap keselamatan pengguna bangunan. Tanpa SLF, bangunan belum secara hukum dianggap aman digunakan. Oleh karena itu, pengurusan SLF merupakan kewajiban hukum yang bersifat mengikat.
Konsekuensi Tidak Memiliki SLF
Ketidakpatuhan terhadap kewajiban SLF dapat menimbulkan sejumlah konsekuensi, baik dari sisi hukum maupun teknis operasional, antara lain:
- Sanksi Administratif
Pemerintah daerah dapat menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis, denda, pembatasan kegiatan pembangunan, hingga pencabutan izin usaha. - Penghentian Operasional Bangunan
Gedung yang digunakan tanpa SLF dapat dihentikan operasionalnya sementara, bahkan disegel sampai pemilik memenuhi kewajiban. - Risiko Hukum Jika Terjadi Insiden
Jika terjadi kebakaran, kecelakaan, atau kerusakan bangunan, pemilik bisa dituntut pidana jika terbukti lalai tidak memiliki SLF. - Kesulitan dalam Legalitas dan Transaksi
SLF sering menjadi syarat penting dalam pengurusan IMB lanjutan, jual beli properti, pembiayaan (bank), serta asuransi bangunan. - Citra Buruk dan Gangguan Bisnis
Bagi gedung komersial, tidak memiliki SLF dapat memengaruhi kepercayaan penyewa, pengunjung, maupun mitra usaha.
Penutup
SLF bukan hanya kewajiban administratif, tetapi juga bentuk tanggung jawab terhadap keselamatan publik. Pemilik dan pengelola gedung wajib memahami dan memenuhi ketentuan mengenai SLF sesuai dengan peraturan yang berlaku, baik di tingkat nasional maupun daerah. Dengan demikian, fungsi bangunan dapat berjalan dengan aman, legal, dan berkelanjutan.